Memasuki era globalisasi atau era digital, tidak heran jika setiap orang memiliki kemauan untuk menjadi lebih produktif dan inovatif, salah satunya adalah banyaknya masyarakat yang ingin terjun ke dunia bisnis atau menjadi pelaku usaha. Setiap harinya muncul pelaku bisnis yang menghasilkan dan mengenalkan produknya dengan kreativitas dan inovasi baru, sehingga persaingan pun tidak bisa dihindarkan lagi.

Ketika ingin memulai bisnis dan membuat suatu produk, tidak bisa dipungkiri bahwa hal pertama yang terlintas di pikiran kita adalah “apa nama produk yang akan dibuat?” Hal ini menunjukkan bahwa nama produk atau yang sering disebut dengan “Merek” memiliki peranan yang tidak kalah penting bagi perkembangan suatu bisnis/usaha. Tidak mudah bagi pelaku usaha untuk dengan mudah menentukan nama atau Merek suatu produk yang ingin dikembangkan, namun masih banyak dari para mereka yang tidak mendaftarkan Merek yang mereka inginkan. Sangat disayangkan bahwa para pelaku usaha mengabaikan apa pentingnya suatu Merek untuk didaftarkan dan akibat dari bisnis dijalankan sebelum pendaftaran Merek dilakukan.

Dalam Ketentuan Umum Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis pada Pasal 1 Ayat 1 dikatakan bahwa :

“Merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa”.

Berdasarkan pengertian Merek di atas dapat disimpulkan bahwa selain dijadikan sebagai identitas suatu produk, tujuan utama dibuatnya Merek adalah untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi dalam kegiatan perdagangan. Kemudian apa yang harus dilakukan setelah menentukan suatu nama produk atau Merek? Apakah langkah selanjutnya adalah mendaftarkannya ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) agar mendapatkan perlindungan hukum, atau menjalankan dahulu bisnis tersebut hingga laris di pasaran lalu mendaftarkannya?

Jika ingin memulai usaha dan serius dalam mengembangkan suatu bisnis, pikirkan dulu perlindungan Mereknya. Pendaftaran Merek adalah salah satu faktor yang harus diutamakan agar tidak menyesal ketika bisnis atau usaha tersebut sudah menjadi besar baru mendaftarkan Mereknya. Dengan adanya hak atas Merek, pelaku usaha memiliki kebebasan untuk menggunakan Merek tersebut untuk tujuan komersial dan berhak melarang pihak lain untuk menggunakan Merek tersebut dalam kelas dan jenis barang/jasa yang sama. Sedangkan, ketika suatu Merek tidak didaftarkan maka akibat hukumnya adalah pelaku usaha tersebut tidak akan diakui oleh negara sebagai pemilik Merek dan Merek dagang yang dipergunakan tidak mendapatkan perlindungan. Terlebih lagi belakangan ini merek tidak hanya menjadi jati diri produk supaya diketahui banyak orang serta dijual, tetapi beberapa perusahaan besar mulai mengakui keberadaan merek sebagai aset, sehingga pada saat Merek tidak didaftarkan maka suatu perusahaan akan berpeluang untuk kehilangan aset mereka.

Artinya jika merek tidak didaftarkan, kapan saja Merek tersebut dapat diplagiat dan digunakan seenaknya oleh kompetitor lainnya. Bayangkan saja ketika suatu Merek produk belum didaftarkan, tetapi telah dikembangkan bertahun-tahun hingga dikenal banyak orang, kemudian Merek tersebut tiba-tiba digunakan oleh orang lain dengan nama dan jenis yang sama. Sekalipun hal ini diajukan dan diminta untuk diproses di pengadilan, maka si penggugat tidak akan dapat membuktikan bahwa Merek tersebut adalah miliknya, karena tidak ada alat bukti dalam hal ini berupa sertifikat yang dapat membuktikan bahwa Merek  tersebut telah terdaftar oleh si penggugat. Perlu diingat bahwa konteks perlindungan hukum di Indonesia bersifat konstitutif atau disebut juga dengan pendaftaran sehingga perlindungan hukum akan diberikan kepada orang yang mendaftarkan Merek, bukan orang yang menciptakan Merek tersebut.

Salah satu sengketa Merek yang tidak asing di telinga kita adalah gugatan terkait dengan Hak Kekayaan Intelektual Merek dagang “Bensu”. Ruben Onsu selaku pemilik bisnis kuliner Ayam Geprek Bensu menggugat PT. Ayam Geprek Benny Sujono yang menggunakan nama Merek I Am Geprek Bensu, dan penggugat mengatakan bahwa ia mengacu pada prinsip first to file. Prinsip first to file berarti pihak yang pertama kali mengajukan permohonan pendaftaran diberi prioritas untuk mendapatkan pendaftaran Merek dan diakui sebagai pemilik yang sah. Berdasarkan prinsip tersebut, pemilik Merek harus mendaftarkan Mereknya ke DJKI untuk memperoleh hak eksklusif atas Mereknya dan perlindungan hukum. Dalam hal ini, Ruben Onsu mengaku sebagai orang pertama yang mendaftarkan Merek Bensu kepada DJKI. Namun setelah dibuktikan, PT. Ayam Geprek Benny Sujono ternyata telah mendaftarkan Merek Bensu terlebih dahulu dibandingkan Geprek Bensu oleh Ruben Onsu, sehingga dalam putusannya Mahkamah Agung memutuskan bahwa PT. Ayam Geprek Benny Sujono sebagai pemilik dan pemakai yang sah Merek Bensu. Berdasarkan sengketa di atas dapat disimpulkan bahwa betapa pentingnya pendaftaran suatu Merek tanpa harus menunggu atau menunda agar tidak terjadinya permasalahan hukum di kemudian hari.

Dr. Andrew Betlehn, SH., S.Kom. MM., Advokat dan Konsultan Kekayaan Intelektual yang telah berpraktik dalam bidang hukum kekayaan intelektual selama lebih dari 8 (delapan) tahun. Pendiri Betlehn Law Office yang hadir sebagai solusi bagi para pengusaha atau pemilik Merek untuk melindungi aset Kekayaan Intelektualnya. Pemilik Kekayaan Intelektual dapat memanfaatkan waktu secara efektif dan efisien untuk pengembangan aspek-aspek bisnis lainnya, dengan advice dan bantuan pengelolaan aset Kekayaan Intelektual dari Dr. Andrew dan partner-partnernya di Betlehn Law Office.

 

Related posts